Ghosting Bukan Cuma di Percintaan: Fenomena Menghilang dari Circle Toxic
- Freepik
Tangerang – Selama ini, istilah ghosting lebih sering terdengar dalam konteks hubungan percintaan. Biasanya, ghosting diartikan sebagai tindakan seseorang yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar dan tanpa penjelasan, padahal sebelumnya terjalin komunikasi yang intens. Fenomena ini sering membuat orang yang ditinggalkan merasa bingung, marah, hingga meragukan harga dirinya. Namun, belakangan muncul tren baru: ghosting bukan hanya terjadi pada pasangan, tetapi juga pada circle pertemanan yang dianggap toxic.
Di kalangan Gen Z dan milenial, ghosting circle toxic perlahan dianggap sebagai langkah untuk menyelamatkan diri dari lingkungan yang tidak sehat secara mental. Banyak orang kini mulai menyadari bahwa bertahan dalam lingkaran pertemanan yang dipenuhi energi negatif hanya akan merusak diri sendiri. Karena itulah, ghosting circle toxic muncul sebagai “jalan pintas” untuk menjaga kesehatan mental.
Kenapa Ghosting Lingkaran Pertemanan Jadi Marak?
Ada beberapa alasan mengapa ghosting di circle pertemanan semakin sering terjadi. Pertama, pola pertemanan di era media sosial saat ini membuat orang lebih mudah membentuk relasi, tetapi juga lebih mudah memutusnya. Kedua, meningkatnya kesadaran tentang kesehatan mental membuat orang lebih berani menolak kondisi yang tidak mendukung well-being mereka.
Lingkaran pertemanan toxic biasanya dicirikan oleh sikap saling menjatuhkan, kompetisi tidak sehat, gosip berlebihan, hingga ketidakpedulian pada batasan pribadi. Pada awalnya, seseorang mungkin berusaha sabar, berharap situasi membaik. Namun, ketika drama makin sering terjadi, sebagian memilih cara instan: menghilang begitu saja.
Fenomena ini makin relevan di era digital. Ketika grup chat, media sosial, dan video call menjadi jembatan komunikasi, sebagian orang merasa lebih mudah “memutus koneksi” hanya dengan memblokir atau membisukan notifikasi.