Jadi Orang Biasa di Dunia yang Obsesif dengan Prestasi: Salahkah?

Ilustrasi Pekerja atau Karyawan.
Sumber :
  • VIVA

Tangerang – Di era media sosial dan budaya hustle, menjadi "biasa" seolah dianggap kurang. Masyarakat modern memuja prestasi, pencapaian besar, dan kecepatan sukses. Judul seperti “30 under 30” atau “CEO di usia 25” seakan menjadi standar keberhasilan hidup. Lalu bagaimana nasib orang-orang yang tidak punya gelar prestisius, tidak viral, dan hidupnya terasa datar?

Waspada, Ini 5 Dampak Negatif Konsumsi Makanan Pedas Berlebihan

Apakah salah jika kita memilih untuk hidup biasa saja?

Dunia yang Mengagungkan Pencapaian

Kita hidup dalam dunia yang terus membandingkan. Setiap scroll di media sosial memamerkan pencapaian orang lain—naik jabatan, keliling dunia, punya usaha sukses, hingga konten viral. Tidak jarang, ini menimbulkan perasaan tertinggal dan minder, apalagi bagi mereka yang menjalani hidup secara sederhana.

Minum Air Dingin Bisa Bantu Turunkan Berat Badan? Ini Penjelasan Ahli

Padahal, tidak semua orang ditakdirkan untuk jadi bintang. Dan tidak semua pencapaian harus berukuran besar untuk bisa disebut “berarti”.

Arti Sebenarnya dari Jadi "Biasa"

Menjadi orang biasa bukan berarti tidak punya nilai. Justru, dalam kesederhanaan, kita bisa menemukan makna yang lebih jujur dan autentik. Menjadi guru yang dicintai murid, menjadi ibu rumah tangga yang sabar, atau menjadi karyawan yang bisa diandalkan—semua itu juga bentuk pencapaian yang tak kalah mulia.

6 Rutinitas Pagi yang Efektif untuk Menurunkan Berat Badan

Tidak semua orang harus tampil, bersinar, atau jadi pemimpin. Dunia juga butuh pendengar, pengamat, dan penyemangat yang mungkin tidak terlihat, tapi perannya sangat penting.

Bahaya Budaya Overachievement

Budaya overachievement bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental. Banyak orang mengejar validasi eksternal, merasa tak cukup baik jika belum punya "prestasi". Padahal, hidup bukan lomba cepat-cepatan.

Stres, burnout, dan kecemasan sering kali datang karena merasa tidak mampu bersaing. Dalam jangka panjang, ini justru bisa merusak rasa percaya diri dan membuat seseorang kehilangan arah hidup.

Merayakan Proses, Bukan Hanya Hasil

Daripada fokus pada pencapaian besar, mari kita mulai menghargai proses. Bangun pagi tepat waktu, membantu orang tua, menyelesaikan tugas tepat waktu—semua itu adalah langkah kecil yang layak dirayakan.

Menjadi orang biasa yang konsisten, jujur, dan penuh kasih juga adalah bentuk prestasi. Kita tidak harus membuktikan diri kepada dunia setiap saat. Yang penting adalah menjadi versi terbaik dari diri sendiri.

Kesimpulan

Jadi orang biasa bukan berarti gagal. Di tengah dunia yang terobsesi dengan prestasi, menjadi diri sendiri dan hidup sesuai kapasitas adalah bentuk keberanian. Jangan biarkan tekanan sosial membuatmu lupa bahwa hidup bukan hanya tentang siapa yang paling cepat sampai puncak, tapi juga siapa yang bisa menikmati perjalanan.