China Soroti Kesepakatan Tarif Dagang Indonesia-AS: Apa Dampaknya bagi Ekonomi Global?
VIVA Tangerang – Pemerintah China angkat suara terkait kesepakatan tarif dagang terbaru antara Indonesia dan Amerika Serikat. Dalam pernyataan resminya, China menyerukan pentingnya penyelesaian sengketa perdagangan melalui dialog setara dan saling menghormati. Sorotan ini muncul di tengah dinamika geopolitik global dan pertarungan pengaruh antara negara-negara besar atas pasar Asia Tenggara.
Isi Kesepakatan Dagang Indonesia-AS
Kesepakatan tarif dagang yang dicapai antara Indonesia dan Amerika Serikat menjadi sorotan dunia. Dalam perjanjian tersebut:
Amerika Serikat akan menurunkan tarif dari sebelumnya 32 persen menjadi 19 persen untuk produk Indonesia yang masuk ke pasar AS.
-
Indonesia menyepakati untuk membebaskan seluruh tarif bagi produk-produk dari AS.
Kesepakatan ini disampaikan setelah percakapan langsung antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump pada awal Juli 2025.
Selain pengurangan tarif, kesepakatan ini juga mencakup komitmen Indonesia untuk:
Membeli energi dari AS senilai 15 miliar dolar AS.
Membeli produk agrikultur AS senilai 4,5 miliar dolar AS.
Membeli 50 unit pesawat Boeing, mayoritas merupakan jenis Boeing 777.
Reaksi China: Seruan untuk Dialog dan Keadilan
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers di Beijing menyampaikan bahwa: "Sikap kami selalu menekankan bahwa para pihak perlu menyelesaikan sengketa ekonomi dan perdagangan melalui dialog dan konsultasi yang setara."
China menilai bahwa perjanjian dagang seharusnya tidak membahayakan keseimbangan pasar global atau menjadi alat kepentingan politik unilateral. Seruan ini menjadi penting mengingat pengaruh besar China dan AS terhadap sistem perdagangan dunia.
Trump: "Pasar Indonesia Kini Terbuka Sepenuhnya"
Dalam platform media sosialnya, Trump Social, Presiden Trump menyebut kesepakatan ini sebagai kemenangan strategis bagi Amerika. Ia mengatakan bahwa:
"Kesepakatan penting ini membuka SELURUH PASAR Indonesia kepada Amerika Serikat untuk pertama kalinya dalam sejarah."
Trump juga menegaskan bahwa jika ada produk dari negara ketiga yang coba menumpang lewat Indonesia demi menghindari tarif tinggi, maka produk tersebut tetap akan dikenai tarif tambahan.
Bandingkan dengan Kesepakatan China-AS
Menariknya, perjanjian tarif antara China dan AS yang berjalan bersamaan justru menunjukkan dinamika yang berbeda. Dalam kesepakatan sementara:
China menurunkan tarif barang ekspor dari AS dari 125% menjadi 10%.
AS menurunkan tarif untuk produk China dari 145% menjadi 30%, termasuk sanksi tambahan 20% akibat dugaan keterlibatan China dalam perdagangan fentanil ilegal.
Namun, tarif ini tidak dihapus secara permanen, melainkan hanya ditangguhkan selama 90 hari, yaitu hingga 12 Agustus 2025.
Dampak Potensial terhadap Indonesia dan Kawasan
Kesepakatan ini bisa membawa beragam dampak strategis bagi Indonesia, antara lain:
Peningkatan ekspor ke AS, khususnya untuk sektor manufaktur dan produk unggulan seperti tekstil, furnitur, dan elektronik.
Masuknya produk-produk AS ke Indonesia tanpa tarif dapat meningkatkan pilihan konsumen, namun bisa menjadi tantangan serius bagi industri lokal.
Ketergantungan energi dan pangan terhadap AS bisa membatasi fleksibilitas diplomasi ekonomi Indonesia.
Reaksi regional seperti dari China perlu diantisipasi, mengingat posisi Indonesia yang kini lebih dekat ke orbit ekonomi AS.
Indonesia di Pusaran Geopolitik Dagang Global
Dengan kesepakatan dagang ini, Indonesia menunjukkan bahwa ia kini bukan lagi sekadar penonton, melainkan aktor penting dalam peta perdagangan global. Namun, di balik peluang besar, Indonesia harus tetap waspada terhadap risiko ketergantungan dan reaksi negara lain, khususnya dari mitra dagang utama seperti China.
Kolaborasi, kehati-hatian, dan diplomasi yang cerdas akan menjadi kunci agar kesepakatan ini benar-benar memberi manfaat optimal bagi pertumbuhan ekonomi nasional. (Antara)