Krisis Tenaga Kerja di Jepang: Lebih dari Setengah Perusahaan Kekurangan Pekerja

Ilustrasi Tokyo Jepang.
Sumber :
  • VIVA

VIVA Tangerang – Sejak pandemi COVID-19, perusahaan-perusahaan di Jepang kini menghadapi salah satu tantangan terbesar mereka dalam hal kekurangan tenaga kerja, terutama pekerja penuh waktu. Survei terbaru menunjukkan bahwa lebih dari setengah perusahaan di sektor swasta mengalami masalah ini, sebuah kondisi yang belum pernah terlihat sejak awal pandemi.

Survei Ungkap 6 Perilaku Wisatawan Asing yang Mengganggu Penumpang Kereta Api di Jepang

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Kantor Berita Jepang, Kyodo, pada Minggu 9 Maret 2025, sekitar 11.000 perusahaan yang ikut serta dalam survei yang dilakukan pada bulan Januari mengungkapkan bahwa 53,4 persen dari mereka merasa kekurangan pekerja penuh waktu. Persentase ini mencapai angka tertinggi sejak April 2020. Bahkan, angka ini hampir mendekati rekor tertinggi sepanjang sejarah survei yang tercatat pada November 2018, yaitu 53,9 persen.

Sektor yang paling merasakan kekurangan pekerja penuh waktu adalah sektor layanan informasi, yang kesulitan mencari teknisi sistem. Hal ini diikuti oleh sektor konstruksi, yang juga mengalami kesulitan dalam mencari tenaga kerja yang dibutuhkan.

10 Skandal Korupsi Terbesar yang Menggemparkan Dunia

Namun, masalah tenaga kerja ini tidak hanya terbatas pada pekerja penuh waktu. Survei tersebut juga menemukan bahwa 30,6 persen perusahaan melaporkan kekurangan pekerja paruh waktu. Perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan tenaga kerja, serta restoran, menjadi sektor yang paling merasakan kekurangan pekerja non-reguler ini.

Meski begitu, di tengah krisis tenaga kerja ini, para ekonom terus mengawasi perkembangan upah di Jepang. Sebab, pertumbuhan upah yang cukup signifikan yang tercatat pada tahun lalu akan menjadi indikator penting untuk melihat apakah tren tersebut akan terus berlanjut.

7 Beasiswa Pendidikan di Jepang S1 hingga S3 Tanpa Tes TOEFL, Kesempatan Emas untuk Melanjutkan Studi di Negeri Sakura

Para perusahaan besar di Jepang juga tengah bersiap menghadapi negosiasi tahunan mengenai kenaikan gaji dengan serikat pekerja mereka. Negosiasi ini dikenal dengan sebutan "shunto," yang biasanya berlangsung pada akhir bulan Maret setiap tahun. Diperkirakan, sekitar 68,1 persen perusahaan yang terpengaruh oleh kekurangan tenaga kerja berencana untuk menaikkan gaji pekerja penuh waktu mereka mulai April 2025, sebagai bagian dari strategi untuk mempertahankan karyawan yang sangat dibutuhkan.

Namun, ada kekhawatiran bahwa perusahaan kecil dan menengah akan kesulitan bersaing dengan perusahaan besar yang memiliki sumber daya keuangan lebih untuk menaikkan gaji secara terus-menerus. Lembaga penelitian yang melakukan survei ini memperingatkan bahwa jika kondisi ini berlanjut, bisa ada peningkatan jumlah kebangkrutan, terutama di kalangan perusahaan kecil dan menengah, yang tidak mampu bertahan dengan tingginya biaya upah.

"Perusahaan-perusahaan kecil dan menengah perlu memperhatikan risiko kebangkrutan yang dapat meningkat jika mereka kesulitan mendapatkan tenaga kerja," ungkap lembaga penelitian tersebut, seraya mencatat bahwa kebangkrutan perusahaan Jepang mencapai angka tertinggi pada tahun 2024.

Situasi ini menunjukkan betapa pentingnya mencari solusi terhadap masalah kekurangan tenaga kerja yang dapat mempengaruhi keberlanjutan ekonomi Jepang di masa depan. (Antara)