Viral Sengketa dan Eksekusi Lahan di Bekasi, Ini Kata Menteri ATR/BPN Nusron Wahid
- Antara
Pengadilan juga seharusnya mengirimkan surat permohonan kepada BPN setempat untuk membantu melakukan pengukuran lahan yang akan disita. Ini penting untuk mengetahui batas tanah yang akan dieksekusi.
Selain itu, pengadilan wajib mengirimkan surat pemberitahuan kepada BPN terkait rencana pelaksanaan eksekusi. Nusron mengungkapkan bahwa seluruh tahapan ini tidak dilalui dengan baik oleh pengadilan saat proses eksekusi dilakukan.
“Ini adalah tiga tahapan yang tidak dilakukan dengan baik oleh pengadilan,” tegas Nusron Wahid.
Proses Eksekusi yang Terjadi
Eksekusi terhadap lima rumah warga ini dilakukan pada 30 Januari 2025, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor perkara 128/PDT.G/1996/PN.BKS yang dikeluarkan pada 25 Maret 1997.
Putusan tersebut merupakan hasil gugatan yang diajukan oleh Mimi Jamilah, ahli waris Abdul Hamid, sebagai pemilik tanah induk yang bersertifikat nomor 335. Tanah ini dibeli dari Djuju Saribanon Dolly pada tahun 1976.
Permasalahan tanah ini semakin rumit karena sertifikat hak milik tanah seluas 3,6 hektare tersebut telah berganti-ganti kepemilikan. Awalnya dimiliki oleh Djuju, lalu dijual kepada Abdul Hamid, yang kemudian menjual kembali lahan tersebut kepada Kayat. Kayat memecah sertifikat tersebut menjadi empat bidang, dengan nomor SHM 704, 705, 706, dan 707.